Pengertian dan Definisi Ukuran Organisasi Menurut Ahli

Pengertian dan Definisi Ukuran Organisasi 
Pengertian dari Ukuran Organisasi adalah pembahasan mengenai besar kecilnya suatu organisasi serta apa dan bagaimana dampaknya terhadap pengelolaan organisasi tersebut. Organisasi itu sendiri jika dilihat secara langsung kita pasti bisa membedakan mana yang perusahaan berukuran besar, sedang atau menengah atau kecil.

Persoalan ukuran organisasi menurut Robbins dibedakan menjadi tiga hal:
  1. Tidak semua anggota dari organisasi tersebut memiliki masa kerja yang tetap atau permanen. Karena tentunya disetiap anggota organisasi tersebut memiliki masa kontrak kerja sesuai kebijakan perusahaan.
  2. Hubungan antara ukuran organisasi dengan jumlah anggotanya. Skala ukuran masing masing tiap jenis organisasi tentulah tidak sama, ditentukan oleh masing masing bidang organisasi. 
  3. Efisiensi dan kemampuan masing masing anggota yang bekerja dalam suatu organisasi.
Ukuran Organisasi dan Karakteristik Struktural
Menurut Robbins (1990:161), batas untuk menentukan bahwa suatu organisasi besar lebih kurang adalah antara 1500-2000 orang. Artinya, karakteristik struktural organisasi di atas dua ribu orang (misalnya tiga ribu atau empat ribu orang) adalah kurang lebih sama dengan karakteristik struktural organisasi berjumlah dua ribu orang.

Ukuran Organisasi dan Kompleksitas Struktur
  • Menurut Robbins hubungan organisasi dan kompleksitas struktur dibedakan menjadi tiga jenis differensiasi, diantaranya 
  • diferensiasi horizontal yaitu derajat pemisah antara unit unit dalam orgnisasi, misalnya divisi atau departemen. Contoh: kesetaraan derajat antara divisi-divisi dalam pembagian tugas suatu organisasi, sebagai contoh divisi acara, divisi konsumsi. 
  • diferensiasi vertikal yaitu derajat pembedaan organisasi antara level organisasi, jumlah organiasasi, dan kekuasaan organisasi 
  • differensiasi spasial yaitu derajat persebaran lokasi geografis dari fasilitas dan personel suatu organisasi 
Contoh organisasi berdasarkan kompleksitasnya: 
  • Organiasasi sangat kompleks itu dari ketiga differensiasi diatas masing-masing sangat tinggi. Contohnya perusahaan konlomerat, multinasional, dan badan badan pemerintah. Seperti Shell, Pertamina, dll. 
  • Organisasi sangat sederhana itu dari ketiga differensiasi diatas masing-masing sangat rendah. Contohnya sebagian besar usaha kecil menengah (ukm). 
  • Organisasi yang berada di antara kedua ekstrem di atas. Universitas biasanya memiliki diferensiasi vertikal yang rendah, diferensiasi spasial yang kecil atau tidak ada sama sekali, tetapi memiliki diferensiasi horizontal yang tinggi. Tentara adalah sebaliknya, memiliki diferensiasi vertikal yang tinggi tetapi diferensiasi horizontal sangat rendah. 
Ketiga ukuran diferensiasi tersebut saling berhubungan. Dua buah organisasi yang memiliki diferensiasi vertikal dan horizontal yang sama akan memiliki tingkat kompleksitas yang berbeda bila salah satu memiliki diferensiasi spasial yang lebih luas. Sejauh ini, pengaruh organisasi terhadap kompleksitas baru bisa dibuktikan pada organisasi-organisasi pemerintahan.

Terdapat banyak bukti yang mendukung ide bahwa ukuran sebuah organisasi secara signifikan mempengaruhi strukturnya. Sebagai contoh, organisasi-organisasi besar yang mempekerjakan 2.000 orang atau lebih cenderung memiliki banyak spesialisasi, departementalisasi, tingkatan vertikal, serta aturan dan ketentuan daripada organisasi kecil. Namun, hubungan itu tidak bersifat linier. Alih-alih, ukuran memengaruhi struktur dengan kadar yang semakin menurun. Dampak ukuran menjadi kurang penting saat organisasi meluas.

Ukuran Organisasi dan Formalisasi
Formalisasi diartikan sebagai derajat sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam suatu organisasi di standardisasi. Formalisasi tertulis dari banyaknya aturan dan prosedur yang diciptakan, maka formalisasi tidak tertulis dapat dilihat dari sejauh mana prosedur-prosedur kerja itu ditanamkan dan aturan-aturan ditegakkan oleh pengelola organisasi kepada para anggotanya.

Menurut Robbins (1990:95-7), tujuan atau manfaat formalisasi adalah :
  1. Konsistensi dan keseragaman, yaitu untuk mencapai output-output yang tidak berubah-ubah kualitasnya.
  2. Meningkatkan koordinasi. Untuk tugas-tugas yang membutuhkan koordinasi tinggi di antara anggota organisasi, formalisasi merupakan salah satu cara yang efektif dan biasa dipakai organisasi.
  3. Penghematan biaya secara ekonomis.
Ukuran Organisasi dan Sentralisasi
Sentralisasi merupakan suatu dimensi organisasi yang lebih sulit dan lebih banyak diperdebatkan ketimbang dua dimensi yang telah dibahas sebelumnya. Menurut Hatch (1997:168), kesulitan dalam mengukur tingkat sentralisasi adalah terletak pada beragamnya jenis keputusan di dalam organisasi itu sendiri. Artinya, suatu organisasi bisa bersifat sentralis dalam satu hal, dan desentralis dalam hal lain.

Sebab-sebab mengapa organisasi yang besar membutuhkan desentralisasi, menurut Robbins (1990:111), adalah sebagai berikut :
  1. Kapasitas pengolahan informasi manusia terbatas.
  2. Organisasi membutuhkan respons yang cepat.
  3. Keputusan dapat diambil dengan informasi yang lebih rinci dan lengkap.
  4. Motivasi pekerja dapat ditingkatkan dengan desentralisasi.
  5. Desentralisasi memberi peluang pembelajaran.
Menurut Robbins (1990:160), kita baru memiliki kesimpulan yang pasti tentang hubungan ukuran organisasi dan formalisasi. Namun dari kesimpulan ini, menurut Robbins, kita bisa menarik sebuah logika: Aturan-aturan dan prosedur formal memungkinkan pengelola organisasi untuk mendelegasikan pengambilan keputusan sekaligus memastikan bahwa keputusan-keputusan yang diambil sejalan dengan keinginan pengelola organisasi.

Organisasi Organisasi dan Birokrasi
Tiga karakteristik struktur yang telah dijelaskan (kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi), tampaknya merupakan karakteristik-karakteristik pokok untuk membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya. Namun, ketiga karakteristik ini cukup untuk membedakan tiga tipe pokok organisasi, yaitu organisasi organik, mekanistik, dan birokratik (Hatch, 1997:170).

Organisasi organik dicirikan oleh kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi yang semuanya rendah (low). Sebaliknya, organisasi mekanistik dicirikan oleh kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi yang semuanya tinggi (high). Sementara itu, organisasi birokratik dicirikan oleh kompleksitas dan formalisasi tinggi, tetapi sentralisasi rendah. Organisasi organik dan mekanistik merupakan tipologi yang dibuat oleh pemikir-pemikir teori kontigensi. Organisasi mekanistik sesuai untuk lingkungan yang stabil, sementara organisasi organik sesuai untuk lingkungan yang berubah secara dinamis (Hatch, 1997:76-77). Sementara itu, organisasi birokratik adalah kelanjutan dari pemikiran Max Weber, yang pada awalnya diterapkan pada organisasi-organisasi pemerintah.

Komponen Administratif
Jika kita menggunakan pemikiran ‘rantai nilai’ (value-chain) Porter, maka aktivitas-aktivitas organisasi pada dasary dapat dibedakan menjadi dua: (1) aktivitas-aktivitas pokok (primary activities), yang menciptakan nilai; dan (2) aktivitas-aktivitas pendukung (support activities), yang dibutuhkan agar organisasi mampu menjalankan aktivitas-aktivitas pokok.

Berkaitan dengan hal tersebut, C. Northcote Parkinson pernah membandingkan aktivitas-aktivitas pokok dan aktivitas-aktivitas pendukung dalam sebuah organisasi. Parkinson menyimpulkan dengan apa yang kemudian disebut sebahai Hukum Parkinson, yaitu bahwa “hanya sedikit atau tidak ada hubungan sama sekali antara pekerjaan yang harus dilakukan dengan ukuran staf yang ditugaskan menjalankannya.”

Komponen administratif biasanya diartikan sebagai ‘semua personel atau anggota organisasi yang tidak berkontribusi secara langsung terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi’. Hukum Parkinson ini mengandung suatu implikasi penting bahwa organisasi-organisasi pemerintahan cenderung memperbesar ukurannya (dalam arti menambah jumlah pegawai), meskipun kuantitas pekerjaan yang dilakukan mungkin tidak bertambah. Dapat disimpulkan bahwa birokrasi (khususnya birokrasi pemerintahan) cenderung memperbesar ukuannya dengan menambah administrator dan staf pendukung (supporting staff).

Konsep Birokrasi
Weber mengajukan suatu model birokrasi yang rasional, efisien, dan netral. Karakteristik birokrasi yang dibayangkan oleh Weber adalah suatu organisasi yang sistematis di mana berbagai tujuan dan sasaran jelas, dan posisi jabatan tersusun secara piramidal berdasarkan jenjang otoritas yang teratur.

Ciri-ciri birokrasi sebagai sebuah tipe ideal menurut Robbins (1990:130):
  1. Division of labour (pembagian kerja).
  2. Well-defined authority hierarcy (jenjang otoritas yang jelas).
  3. High formalization (formalisasi tinggi).
  4. Impersonal nature (bersifat impersonal)
  5. Employment decisions based on merit (keputusan-keputusan berdasarkan prestasi).
  6. Career tracks for employees (jenjang karier bagi para pegawai).
  7. Distinct separation of members organizational and personal lives (pemisahan kehidupan pribadi dan organisasi).
Ciri-ciri birokrasi ideal Weber adalah bertolak belakang dengan birokrasi patrimonial. Kritik terhadap aplikasi pemikiran Weber ini, khususnya dalam organisasi pemerintahan, pada awalnya tidak ditujukan untuk ukuran organisasi yang berlebihan, melainkan pada penekanan aspek ‘impersonal’ dalam birokrasi ideal tersebut. Tampaknya birokrasi memiliki wajah ganda: Di satu sisi merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan organisasi yang besar, tetapi di sisi lain mengandung beberapa permasalahan yang tidak terbayangkan oleh Weber sebelumnya.

Kelemahan-kelemahan birokrasi secara lebih terperinci (Robbins, 1990:314-8) :
  1. Goal Displacement (Penghilangan Tujuan).
  2. Inappropriate Application of Rules and Regulations (Penerapan Aturan-aturan dan Prosedur secara Berlebihan atau Tidak Tepat).
  3. Employee Alienation (Keterasingan Pegawai).
  4. Concentration of Power (Pemusatan Kekuasaan).
  5. Non-member Frustration (Keluhan Pengguna).
Konsep birokrasi profesional dikemukakan oleh Mintzberg (1983), dan hal ini berbeda dengan konsep birokrasi mesin dari Weber. Birokrasi profesional terdiri dari kelompok-kelompok yang terspesialisasi berdasarkan latar belakang kompetensi dan profesi. Perbedaan mendasar dari kedua tipe birokrasi ini adalah pada mekanisme kontrol yang dilakukan pengelola organisasi. Penjelasan mengenai konsep birokrasi tersebut menunjukkan bahwa ukuran organisasi terkadang berkaitan erat dengan faktor-faktor non-rasional. Untuk organisasi bisnis, alasan utama memiliki ukuran organisasi yang besar adalah economies of scale. Analisis komponen administratif dan konsep birokrasi yang dikemukakan tersebut menunjukkan bahwa besarnya ukuran organisasi terkadang tidak menghasilkan efisiensi, malah sebaliknya. Efek negatif dari ukuran organisasi yang besar biasanya lebih dirasakan apabila organisasi menghadapi lingkungan yang tidak stabil (Robbins, 1990:756), di mana dibutuhkan fleksibilitas dan respons yang cepat.

Fase Perkembangan Kehidupan Organisasi
Ahli organisasi Amerika Larry Greiner (1972) merupakan penggagas awal konsep ini. Gagasan Greiner sebenarnya sederhana, bahwa organisasi-organisasi pada umumnya mengalami suatu proses perkembangan sejalan dengan waktu dan bertambahnya ukuran organisasi itu sendiri. Greiner menyebut masing-masing fase sebagai gase entrepreneurial, kolektivitas, delegasi, formalisasi, dan kolaborasi. 

Fase Entrepreneurial
Fase ini dimulai ketika organisasi didirikan. Dengan pengelolaan yang dilakukan secara langsung dan personal ini, para anggota mudah mengetahui apa yang diharapkan dari mereka karena mendapat umpan balik dan pengawasan secara langsung. Ketika aktivitas organisasi meluas, biasanya penggagas atau entrepreneur membutuhkan pengelola profesional untuk menangani aktivitas-aktivitas yang makin kompleks. Hal ini menimbulkan krisis dalam organisasi, disebut krisis kepemimpinan (leadership crisis).

Fase Kolektivitas
Tugas manajemen profesional yang menggantikan kepemimpinan entrepreneur tersebut adalah membangun integrasi kolektif di antara bagian-bagian yang telah terdeferensiasi di dalam organisasi. Di ujung kolektivitas, sekali lagi terjadi krisis. Kali ini adalah krisis otonomi (autonomy crisis). Bagian-bagian tertentu dalam organisasi mulai merasa perlu wewenang yang lebih besar untuk mengelola aktivitasnya dan tidak bersedia lagi dikontrol melalui pengambilan keputusan yang terpusat.

Fase Delegasi
Organisasi mulai mendelegasikan keputusan-keputusan ke bawah. Struktur organisasi mulai diformalisasi dengan aturan-aturan dan prosedur yang lebih formal, dengan tujuan mempertahankan efisiensi dan stabilitas organisasi. Ketika organisasi mengalami pertumbuhan yang lebih kompleks, maka terjadi lagi krisis baru, yaitu krisis kontrol (control crisis). Artinya, desentralisasi pengambilan keputusan menyebabkan pengelola organisasi kehilangan atau berkurang kemampuannya untuk mengontrol keseluruhan organisasi.

Fase Formalisasi
Pada fase ini cara-cara kontrol birokratik mulai diterapkan. Dengan melakukan standardisasi terhadap berbagai aktivitas, maka organisasi dapat dikontrol secara lebih efisien dan efektif. Sampai pada suatu ketika, kontrol birokratik yang makin detail dan rumit menyebabkan gejala over-bureaucracy atau birokrasi yang berlebihan. Organisasi menjadi tidak efektif dan efisien lagi, serta berkurang daya adaptasinya terhadap perubahan-perubahan lingkungan. Hal ini menimbulkan krisis yang disebut krisis birokratik (red-tape crisis). Berkurangnya kemampuan kontrol dari mekanisme birokratik biasanya direspons oleh para pengelola organisasi dengan menambah aturan-aturan dan prosedur yang justru lebih ketat.

Fase Kolaborasi
Pada fase ini organisasi mencoba mengatasi cara kerja birokrasi yang terlalu rasional dan impersonal, dengan mengembangkan kerja tim. Namun, fase ini pun mengandung suatu bibit krisis. Organisasi membutuhkan masa-masa penyegaran untuk mengatasi kelelahan dan kejenuhan yang dialami para anggotanya. Namun secara kualitatif, ada batas-batas di mana upaya-upaya penyegaran tidak lagi mampu mengatasi kejenuhan anggota. Hal ini disebut dengan krisis pembaruan (renewal crisis).

Steward Clegg, seorang ahli organisasi Australia, mengajukan gagasan de-deferensiasi (Hatch, 1997:163). Ia menyarankan sebuah solusi, yaitu agar organisasi membalik kondisi-kondisi yang menyebabkan terjadinya diferensiasi itu sendiri. Artinya, wewenang dan kontrol para manajer sebaiknya dikurangi dan membangun tim-tim yang mampu mengatur diri sendiri (self-management) atau grup-grup semi otonom yang membuat hadwal sendiri dan memonitor sendiri aktivitas-aktivitasnya, sehingga kebutuhan untuk integrasi dengan sendirinya berkurang.

Beberapa catatan kritis tentang daur kehidupan organisasi diberikan oleh Robbins (1990:21-22) :
  1. Tidak semua organisasi melewati kelima fase tersebut.
  2. Fase-fase pertumbuhan organisasi tidak harus bersifat kronologis.
  3. Fase penurunan (decline) atau bahkan kematian bisa terjadi pada organisasi.
Model Greiner ini, jika dicermati lebih jauh, sebenarny bertujuan menggambarkan perbedaan-perbedaan dalam karakteristik pengelolaan organisasi, yang bersumber dari fase-fase dalam daur kehidupan organisasi itu sendiri. Pertumbuhan organisasi sesungguhnya selalu berlangsung secara dinamis, khususnya ketika ukuran organisasi makin besar dan tugas-tugas yang dilaksanakan makin kompleks.

Peran Administrasi dalam Fase-Fase Kehidupan Organisasi
Pemikiran lain yang berkaitan dengan pertumbuhan atau daur kehidupan organisasi, yaitu dari Katz dan Kahn (1966). Mereka membuat sebuah model, dimana kompleksitas fungsi-fungsi dalam organisasi dapat dibedakan secara evolusioner. Menurut model ini, ketika organisasi pertama kali dibentuk, satu-satunya elemen dalam struktur organisasi adalah fungsi technical core, yaitu inti teknis dari pengembangan suatu produk atau jasa yang akan dihasilkan oleh organisasi.

Pada fase pertumbuhan pertama, terjadi pemisahan atau diferensiasi terhadap pola aktivitas. Fungsi purchasing dan marketing telah terbentuk di sini. Sebagian anggota organisasi memusatkan perhatian hanya pada produksi, sementara sebagian lagi mengurus pengamanan input-input pasokan bahan mentah, dan sebagian lagi mengatur pemasaran output-output produksi. Katz dan Kahn menyebut kedua aktivitas ini sebagai kelompok aktivitas-aktivitas pendukung (support activities).

Fase berikutnya, karena kegiatannya makin kompleks, organisasi membutuhkan koordinasi dan intregasi di antara ketiga aktivitas tersebut (fungsi pembelian, produksi, dan pemasaran) agar terjadi sinkronisasi yang baik. Fungsi administrator dikembangkan sehingga membentuk gugus tugas tersendiri dalam organisasi. Katz dan Kahn menyebutnya tugas-tugas pemeliharaan (maintenance tasks), yang meliputi akunting, personel, manajemen pengelolaan fasilitas-fasilitas milik perusahaan, dan hubungan masyarakat (public relations).

Pada fase yang lebih kompleks, organisasi menghadapi masalah dengan lingkungannya, khususnya dalam menyesuaikan tuntutan lingkungan dan proses internal organisasi. Tidak jarang terjadi kesalahan atau kekeliruan, hal ini bisa mengganggu kelancaran organisasi. Fungsi adaptasi (adaptive function)yang merupakan fungsi khusus bertugas memantau lingkungan dan menyimpulkan perubahan-perubahan yang perlu dilakukan internal organisasi dalam rangka menghadapi faktor lingkungan tersebut. Pada fungsi administrasi (executive decision making) lebih kentara dan didukung oleh fungsi-fungsi adaptif yang dikembangkan secara lebih spesifik, seperti perencanaan strategis (strateguc planning), peramalan kondisi-kondisi ekonomi (economic forecasting), penelitian pasar (market research), penelitian dan pengembangan (research & development), perencanaan pajak, penasihat hukum, dan lobi kepada pihak-pihak luar (lobbying).

Model Greiner mungkin bisa juga dianalisis untuk menggambarkan hal yang sama, tetapi tidak sejelas model Kartz dan Kahn. Melalui model perkembangan fungsi-fungsi organisasi tersebut, kita dapat melihat bahwa peran administrasi biasanya baru berkembang pada fase ketiga daur kehidupan organisasi. Pada fase ini, upaya-upaya koordinasi khusus agar aktivitas-aktivitas organisasi dapat terintegrasi secara baik dibutuhkan.

Comments

Popular posts from this blog

Pengertian Dan Jenis Variasi Bahasa Menurut Ahli

Pengertian Dan Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Menurut Ahli

Pengertian Media Video Pembelajaran Menurut Para Ahli