Pengertian Dan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Ahli

Pengertian Pendidikan Islam 
Pendidikan Islam merupakan salah satu disiplin ilmu yang memadukan nilai-nilai humanistik, ketuhanan dan hukum-hukum alam. Dimensi ini menjadikan pendidikan Islam sebagai sumbu dan poros nilai yang tidak dapat diragukan keabsahannya dan efektifitas menciptakan manusia yang paripurna. 

Dalam kaitanya dengan proses pendidikan anak baik di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan masyarakat merupakan segala usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kerah kedewasaan, konsep ini semakna dengan harapan Pendidikan sebagai bentuk usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang (UU.RI no.2 tahun 1989 bab 5 ps. C. butir I yang telah diamandemen dengan munculnya UU.RI no.78 tahun 2003 bab I pasal I) sebagaimana tujuan pendidikan nasional dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. [1]

Pendidikan Islam adalah suatu usaha sadar untuk mengembangkan dan mengantarkan manusia/individu agar memiliki kematangan jasmani dan rohaninya (mental). Dalam al-Qur’an dan budaya Islam ilmu diperbincangkan dan bukan informasi yang bersifat tekhnis, ilmiah dan filosofis. Pendidikan Islam tidak pula berarti pengetahuan mengenai agama semata, lebih dari itu ia mencakup berbagai aspek pengetahuan yang universal dan membutuhkan pendalaman pada suatu periode tertentu.

Hasan Langgulung mendefenisikan pendidikan Islam dengan terlebih dahulu melihat obyek garapan dan pendidikan Islam. Hal ini nampak pada sebuah karya yang ditulisnya berjudul pendidikan Islam menghadapi abad 21 Ia berpendapat bahwa: 

Dari segi individu, pendidikan berarti suatu proses pengembangan potensi masing-masing individu anak. Dari segi masyarakat, pendidikan berarti proses pewarisan budaya. Sedangkan dari segi individu dan masyarakat, pendidikan berarti proses interaksi antara potensi individu dengan budaya.[2]

Pendapat tersebut menunjukan bahwa dari aspek individual, pendidikan Islam merupakan pengembangan potensi-potensi manusia yang dilandasi oleh nilai-nilai Islam. Proses pengembangan potensi sesuai dengan petunjuk Allah melalui proses ibadah. Dari aspek masyarakat, pendidikan Islam merupakan proses transformasi unsur-unsur pokok peradaban muslim (tradisi umat Islam) baik itu yang menyangkut aqidah, syariat maupun akhlak dari generasi ke generasi. 

Jika dilihat secara umum pendidikan merupakan aspek pembinaan sebagaimana dijelaskan oleh Abdul Mujib dan Jusuf Muzadkir bahwa : ” 

Tarbiyah dapat juga diartikan dengan ” proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik (rabbani) kepada peserta didik, agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahani dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur[3].

dari penjelasan tersebut maka dapat ditemukan titik singgung bahwasanya pendidikan secara umum mengarahkan manusia kepada perubahan yang lebih baik. Sedangkan Muhaimin memberi penjelasan tentang pendidikan Islam ”...yakni upaya mendidikkan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang”.[4] Proses pendidikan Islam tentunya upaya untuk mentransfer nilai-nilai kehidupan menurut ukuran Islam dalam kehidupan seseorang.

Pengertian pendidikan dalam perkembangannya mengalami perubahan paradigma tidak hanya mencakup kemampuan ilmu pengetahuan tetapi menyangkut pula sikap mental. Sebagaimana dikemukakan oleh Muhaimin sebagai berikut:

….pendidikan bahkan diperluas cakupannya sebagai aktifitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktifitas berarti upaya yang secara sadar dirancang membantu seseorang atau sekelompok orang dalam dalam mengembangkan pandangan, sikap dan keterampilan baik yang bersifat manual maupun mental dan sosial. Pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup atau keterampilan pada salah satu atau beberapa pihak…[5].

Secara umum proses pendidikan dapat berlangsung di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan dalam lingkungan sekolah. Sebagaimana Philip H. Coombs (dalam Mapanganro) membagi proses pendidikan dalam tiga bentuk umum yaitu: 
  1. Pendidikan pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar dari sejak lahir sampai mati 
  2. Pendidikan formal yang dikenal dengan pendidikan sekolah yang teratur, bertindak, dan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat 
  3. Pendidikan non formal, adalah pendidikan teratur dengan sadar dilakukan tetapi tidak in formal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dari terlalu mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat[6] .
Serupa dengan pembagian tersebut, R. Wroczynsky juga mengklasifikasikan tiga jenis pendidikan yaitu: 
  1. Pendidikan formal yang meliputi berbagai jenis sekolah dari tingkat rendah, menengah dan tinggi. 
  2. Pendidikan extra kulikuler, yang sejajar dengan pendidikan formal. 
  3. Pendidikan seumur hidup, yang merupakan lanjutan dari pendidikan formal dan ditujukan bagi orang dewasa[7].
Selanjutnya Faloky menambahkan jalur pendidikan yang keempat dengan The Real Realiti yakni suasana baik dan ketertiban yang selaras dalam kehidupan keluarga, pergaulan antara teman dan masyarakat luas. Jenis pendidikan ini tidak terorganisir tetapi seringkali terjadi dalam masyarakat tertentu. Dapat dikatakan proses yang terjadi dalam pendidikan ini berlangsung secara alamiah. Pendidikan ini berlangsung dalam masyarakat tertentu dari tipologi, mata pencaharian maupun karakteristik sosial budaya masyarakat. Pendidikan jenis ini relevan dengan model pendidikan yang terjadi pada masyarakat pesisir pantai yang menjadi obyek penelitian ini.

Tujuan pendidikan secara khusus, ialah meningkatkan pengetahuan dan pengalaman seseorang mengenai suatu hal, sehingga menguasai bidang-bidang yang menjadi keiginan. Tujuan pendidikan itu akan tercapai, jika prosesnya komunikatif, tak mungkin tujuan pendidikan itu dapat tercapai.

Dengan demikian tujuan pendidikan Islam ditujukan pada manusia dalam segala keadaan. Keadaan yang dimaksut adalah individu dan masyarakat. Jika pendidikan Islam mampu membina individu manusia berperilaku shaleh secara otomatis kelompok masyarakat yang terdiri atas individu-individu shaleh tersebut menjadi masyarakat shaleh. Masyarakat shaleh menjadi tujuan pendidikan Islam pada suatu dimensi, namun, pada dimensi lain, pendidikan Islam secara individu mengarah manusia kembali mengingat Allah, mengabdi kepada-Nya dan berusaha mencari kebenaran atas perintah-perintahnya. 

1. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam.
Pelaksanaan pendidikan Islam di sekolah mempunyai dasar yang kuat. Dasar tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi:

a. Dasar Yuridis atau Hukum
Dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu:
  1. Dasar ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila, sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Dasar struktural/konstitusional, yaitu UUD’45 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
  3. Dasar operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No. IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No. IV/MPR/1978. Ketetapan MPR No. II/MPR/1983, diperkuat oleh Tap MPR No. II/MPR/1988 dan Tap MPR No. II/MPR/2003 tentang garis-garis besar haluan negara yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimaksudkan dalam kurikulum sekolah-sekolah formal, mulai dari sekolah dasar hingga Perguruan Tinggi.[8]
b. Dasar Religius
Yang dimaksudkan dengan dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam. Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah kepadanya. 

Dasar Psikologis
Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan ada pegangan hidup.

Bahwa semua manusia di dunia ini selalu membutuhkan adanya pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya zat yang maha kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya. Hal semacam ini terjadi pada masyarakat yang masih primitif maupun masyarakat yang sudah modern. Mereka merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada zat yang maha kuasa.

Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dalam Adagium Ushuliyyah dinyatakan bahwa “Al-Umurbi Maqashidiha”, bahwa setiap tindakan dan aktivitas harus berorientasi pada tujuan atau rencana yang telah ditetapkan. Adagium ini menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai, bukan semata-mata berorientasi pada sederetan materi. Karena itulah, “tujuan pendidikan Islam menjadi komponen pendidikan yang harus dirumuskan terlebih dahulu sebelum merumuskan komponen-komponen pendidikan yang lain”.[9]

Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting lagi menurut Ahmad D Marimba adalah “dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan”.[10]

Perumusan tujuan pendidikan Islam harus berorientasi pada hakekat pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya, misalnya tentang: 

Pertama, tujuan dan tugas hidup manusia. Manusia hidup bukan karena kebetulan dan sia-sia. Ia diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu. 

Kedua, memperhatikan sifat-sifat dasar (nature) manusia, yaitu konsep tentang manusia sebagai makhluk unik yang mempunyai beberapa potensi bawaan, seperti fitrah, bakat, minat, sifat, dan karakter, yang berkecenderungan pada al-Hanief (rindu akan kebenaran dari Tuhan) berupa agama Islam sebatas kemampuan, kapasitas, dan ukuran yang ada.

Ketiga, tuntutan masyarakat. Tuntutan ini baik berupa pelestarian nilai-nilai budaya yang telah melembaga dalam kehidupan suatu masyarakat, maupun pemenuhan terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern.

Keempat, dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dimensi kehidupan dunia ideal Islam mengandung nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia untuk mengelola dan memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat, serta mengandung nilai-nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan di akhirat yang lebih membahagiakan, sehingga manusia dituntut agar tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki.

CATATAN KAKI ARTIKEL DI ATAS
  • [1]. Anonim, UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Bandung: Media Purnama, 2003), h. 2.
  • [2] Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21, (Jakarta: al-Husna,1988), h, 56-57.
  • [3] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 12-13.
  • [4] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 7-8.
  • [5]. Muhaimin, Paradigma pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 24.
  • [6] Ibid., h. 12.
  • [7] Ibid., h. 13.
  • [8] Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 130.
  • [9]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 71
  • [10]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h. 45-46.

Comments

Popular posts from this blog

Pengertian Dan Jenis Variasi Bahasa Menurut Ahli

Pengertian Dan Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Menurut Ahli

Pengertian Media Video Pembelajaran Menurut Para Ahli